Pindahan kemarin beberapa koleksi buku saya lepas, selain mulai menumpuk beberapa buku belum sempat saya baca. Bahkan beberapa masih utuh dengan sampul plastiknya huhu.
Well, setidaknya saya masih ingat kalau 5 buku berikut adalah favorit saya sepanjang masa.
1. Bridget Jones’s Diary – Hellen Fielding
Chicklit pertama yang saya beli zaman kuliah dulu, super excited waktu membacanya, meski buku yang saya beli adalah versi terjemahan Bahasa Indonesia.
Novel keluaran tahun 1996 yang pernah diangkat ke layar lebar ini berkisah mengenai seorang wanita berusia matang 30-an bernama Bridget Jones.
Minggu, 1 Januari
58,5 kg (tapi setelah Natal), unut alkohol 14 (tapi secra efektif mencakup 2 hari karena 4 jam berpesta pada Malam Tahun Baru), rokok 22, kalori 5424. (hal.19)
Haha permulaan yang luar biasa buruk, setelah sebelumnya Bridget menuliskan daftar resolusi haha. Yayaya resolusi tinggal resolusi seperti kebanyakan [eh].
Kebayang kan usia 30-an dengan berat badan 58.5 kg masih single pulak, wanita mana yang tidak insekyur.
Ketika membaca novel bergenre romantis ini saya begitu antusias, selain kali pertama punya novel chicklit pun cerita khas wanita metropolitan menjadi sesuatu yang baru bagi saya.
Selanjutnya saya keranjingan membaca novel-novel chicklit lainnya seperti novel karangan Sophie Kinsella.
2. Critical Eleven – Ika Natasa
Lagi-lagi novel bergenre romantis yang juga diangkat ke layar lebar, sekaliguq ada cerita unik di balik novel karangan Ika Natasa.
Dikarenakan plot ceritanya yang menyentuh trauma saya, ketika membaca pada bab tersebut langsung saya hentikan.
Kenapa? Karena saya begitu parno dengan kejadian Intra Uterine Fetal Death atau IUFD (kematian janin dalam kandungan), di mana novel ini menjadikannya sebuah konflik batin yang dirasakan oleh Anya, Tanya Baskoro.
Hati saya tak kuasa untuk lanjut membacanya, hingga pada suatu ketika. Setahun setelah saya melahirkan baru lah saya berani membaca ulang novel ini, itu pun setelah saya kelar menonton filmnya.
Baik menonton film maupun novelnya, air mata saya tak terbendung. Wanita mana yang bisa kuat denhan cobaan seperti yang dihadapkan Anya, apalagi sang suami Ale (Aldebaran Risjad) diam-diam ikut terpukul dan berubah 180 derajat.
3. Summer in Seoul – Ilana Tan
Adalah novel seri pertama dari seri tetralogi empat musim, di mana dari seri pertama hingga keempat novelnya memiliki tokoh yang saling berkaitan.
“Aku… rindu… padamu.”
Tae-Woo tertegun. Suara Sandy lemang lebih mirip bisikan, tapi ia mendengar kat-kata itu dengan jelas. Tae-Woo tersenyul dan berkata pelan, “Aku juga.” (hal.264)
Aaaah so sweet, bukan? Meski gaya bahasa novelis Ilana Tan adalah bahasa Indonesia baku, pun plot ceritanya mudah ditebak. Tapi saya tetap saja bisa menangis sampai lebam haha mungkin sayanya yang perasa alias receh ya. Sedih sedikit pasti bawaannya mewek.
4. GREY – E. L. James
Ini adalah sekuel dari trilogi novel romantis Fifty Shades Of Grey yang fenomenal itu. Sejak filmnya mengundang kontroversi, mendadak fans Christian Grey minta dibuatkan novel serupa namun dari sudut pandang Christian Grey.
Hmmm, seperti apa saya pun dibuat penasaran. GREY saya beli di Periplus via online, begitu sampai langsung saya lahap habis dalam sekejap haha. Eh ternyata isinya kurang lebih sama dengan Fifty Shades Of Grey, lah?
Mungkin karena penulisnya wanita ya, jadi meski dibuat dari sudut pandang pria. Ya tetap aja, sosok pria tapi dengan imajinasi dan pikiran wanita … bawaannya baper muluk si Grey ini haha.
Tapi saya nggak kapok dan tetap penasaran, hingga membeli sekuel berikutnya dari sudut pandang Grey juga “DARKER”. Haha saking apanya cobak, kalau bukan karena ngefans habis dengan karakter Mr. Grey ^^
5. Kisah Tragis Oei Hui Lan, Putri Orang Terkaya Di Indonesia – Agnes Donovar
Dari kelima buku yang saya list di sini, yang terakhir merupakan buku terfavorit sepanjang saya membaca buku. Bahkan saking sukanya, saya sampai napak tilas ke salah satu spot yang menghadirkan lukisan Oei Hui Lan … Hotel Tugu Malang.
Novel yang dibuat berdasar kisah biografi Oei Hui Lan ini sarat informasi sejarah serta pelajaran hidup, tak ketinggalan saya juga membayangkan betapa kayanya keluarga Oei Hui Lan pada masanya.
Di mana pada saat itu ketika Oei Hui Lan merusakkan mobil kakak iparnya, sang ayah Oei Tiong Ham langsung menggantinya. Nggak tanggung-tanggung pulak, sekali ganti langsung 4 mobil Lancia keluaran Inggris ckckck sultan beneran dah.
Buku adalah jendela dunia, itu benar adanya … saya jadi paham bagaimana kehidupan di Indonesia pada masa kolonial di akhir abad ke sembilan belas.
Jadi selain novel bergenre romantis ketahuan ya kalau saya suka membaca cerita sejarah. Kalau kalian?
***
Tulisan ini diikutsertakan dalam BPN 30 Days Ramadan Blog Challenge 2021, dengan tema hari #10 “Top 5 Buku Favorit.”