“Loh kok jadi banyak pengeluaran daripada pemasukannya?”
Seketika heboh saat menghitung pengeluaran bulanan yang kemudian dikurangi jumlah pemasukkan dari uang yang diberikan suami, eh malah besar pasak daripada tiang.
Haaa? Kok bisa? Jadi begini ceritanya.
2019 lalu suami sedang tugas luar kota selama 3 bulan lamanya, sehingga ia memberikan uang bulanan penuh di awal. Karena saya yang suka kalap jajan jadi duit bulanan diberikan berkala tidak secara penuh, supaya enggak habis di pertengahan bulan haha.
Sebulan dua bulan saya bisa menabung dari sekitar 30% dari duit bulanan yang diberikan suami, sehingga pada bulan ketiga suami bertugas di luar kota saya semacam terlena dengan duit bulanan, duitnya seolah masih sisa banyak untuk “dihabiskan”.
Latte factor diam-diam menghabiskan pengeluaran bulananku
Uang bulanan bukan yang “habis” karena belanja macam-macam sih, bukan juga karena check-out sana sini di e-commerce langganan. Tapi sih lebih sering karena jajan camilan via GoFood, latte factor detected!
Melansir Business Insider, Latte Factor adalah tentang pengeluaran-pengeluaran kecil yang tidak terpikirkan setiap bulannya.
Nah! Pengeluaran “kecil” ini sungguh tak terasa impact-nya, karena kan siapa sih yang akan mengira “Ah, cuman jajan pentol cetar 20rb doang.” masak iya bikin pengeluaran bulanan jebol.”
Ya iya sih nggak bakalan jebol, tapi kalau dilakukan berulang dan berulang. Silahkan kalikan 20rb tadi dengan jumlah kita jajan berapa kali dalam seminggu. Bahkan dalam sehari kalo pas lagi malas masak, saya bisa 2-3x order jajan via abang online … belum lagi sekarang ketambahan saya yang lagi suka jajan tanaman hahaha [kekepin dompet!].
Salah perhitungan keuangan bulanan bisa kacau
Terlalu terlena dengan jumlah pemasukkan yang ada, sampai-sampai di bulan terakhir suami dinas luar saya mengira uang bulanan masih bersisa.
Alhasil saya membelikan sebuah kulkas untuk di rumah Karah, karena kulkas Mami yang lama sudah rusak nggak bisa dingin lagi.
Beli langsung di suplier kulkas sehingga harga kulkas bisanlebih murah 200 – 300ribu dari harga beli di toko. Senang? Bangeeet! Brasa sudah jadi financial expert aja saya waktu itu.
3 bulan bisa mengelola keuangan tanpa minus! Awalnya saya kira begitu sih hahaha, tapi … ternyata setelah di akhir bulan saya melakukan rekapan bulanan. Kaget banget waktu mendapati bahwa pengeluaran saya lebih banyak daripada pemasukan, ini lah yang dinamakan “Besar pasak daripada tiang!”
Kok bisa?
Pos pemasukan harus ditulis rinci juga
Bukan hanya pengeluaran saja perlu diberlakukan pos sendiri-sendiri sesuai jenis biayanya. Pemasukan juga harus begitu, nah! Saya lalai di sini karena terlalu fokus dengan jumlah pengeluaran.
Sehingga menyebabkan pemasukkan dari suami tercampur dengan jumlah pemasukan saya pribadi yang waktu itu beberapa invoice menulis cair (alhamdulillah).
Sebenarnya tidak sampai membuat keuangan kacau yang gimana-gimana sih, tapi karena dari awal perhitungan keuangan saya lakukan berdasar jumlah nafkah yang diberikan suami. Alhasil ketika pemasukan pribadi saya bercampur saya terlena, seolah duitnya masih banyak.
Makanya kok kemarin duit bulanan masih terasa banyak terus, padahal pemasukan asli dari suami sudah habis haha.
Karena itu selain membedakan pos-pos pengeluaran, jumlah pemasukkan pun perlu dirinci. Supaya keuangan bulanan lebih rinci dan tidak tercampur, efeknya seolah duit masih banyak padahal itu bukan bersumber dari pemasukan utama rumah tangga.
Berdasar kejadian lucu kemarin akhirnya saya menyadari bahwa mencatat segala pebgeluaran itu penting sekali. Seberapa besar atau kecil jumlah pengeluaran, saya selalu mencatatnya secara rinci karena namanya latte factor itu benar-benar tidak terasa. Tiba-tiba aja mbendol mburi kata wong Suroboyo begitu.
***
Tulisan ini diikutsertakan dalam rangkaian Nulis Bareng Ning Blogger Surabaya, dengan tema “Besar pasak daripada tiang.”
1 Comment. Leave new
Latte factor Iki ancen bahaya lek diterus terusno…hahaha