“Pentingkah pendidikan budi pekerti di sekolahan?” Well, mendengar kata budi pekerti, memori saya langsung tertuju ke mata pelajaran PMP atau PPKn yang dulu pernah saya dapat di bangku sekolah. Saya mengalami yang namanya Pendidikan Moral Pancasila [PMP], yang kemudian di tahun 1994 berganti menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan [PPKn]. Dan kalo ditilik melalui sejarah, mata pelajaran ini ternyata telah berganti nama sebanyak 7 kali loh, hingga akhirnya sekarang bertajuk Pendidikan Kewarganegaraan [PKn] sejak tahun 2003. Walah, labil juga ternyata hihihi.
Pelajaran PPKn Dulu Dan Sekarang
Pemahaman nilai-nilai Pancasila seperti toleransi, gotong-royong, kerukunan, mencakup budi pekerti yang kerap saya dapat melalui mata pelajaran PPKn, bukan hanya saya dapatkan di bangku sekolah saja. Di rumah pun materi tsb saya dapatkan melalui keluarga, di mana sejak kecil kami diajarkan untuk berunggah-ungguh [red: bersopan santun]. Jadi terkadang saat pelajaran PPKn saya mengantuk, karena agak bosan hahaha duh jangan ditiru yak.
Dan, kalo ujian tiba. Ada satu mantra yang acapkali saya ucapkan sebelum jadwal ujian dipublikasi “Semoga ujian mata pelajaran matematika, satu jadwal dengan PPKn.” loh, emang kenapa? Ssst, saking pahamnya nilai-nilai positif dari Pancasila tadi, sampai-sampai saya nggak pernah belajar saat ujian mata pelajaran PPKn. Jangan ditiru lagi loh ya, hehe
“Rocker kuga manusia” source: roobek[dot]com |
Sekarang? Hmmm beda 180ยฐ tentunya, lha wong katanya di mata pelajaran PKn sekarang terdapat materi mengenai proses pembuatan perundang-undangan. Mirip mata pelajaran Tata Negara kali ya, eh masih ada nggak sih mata pelajaran ini? [duh saya kudet deh kalo ngebahas kurikulum].
Budi Pekerti Di Sekolah, Masih Ada?
Fyi, saya bercerita flashback ini bukannya berbangga hati karena nggak belajar trus lancar menghadapi ujian yak. Tapi, lebih karena saya ingin menekankan. Bahwasanya materi PPKn duluuu, yang pernah saya pelajari ya seputar nilai-nilai positif yang ada di kehidupan sekitar kita. Mau nggak belajar pun, saya paham mana nilai positif mana yang negatif [tepuk tangannya mana dong? :p].
“Budi pekerti adalah perpaduan dari hasil rasio [akal sehat] dan rasa, yang bermanifestasi [terwujud] pada karsa [kehendak] dan tingkah laku manusia.” – wikipedia.
Apalagi, secara garis besar bahasan budi pekerti ini paling banyak saya jumpai dalam mata pelajaran tsb. Lantas, apa yang perlu dipelajari secara serius dalam artian secara teoritis ya. Sementara jika dalam prakteknya teori tsb nggak kita terapkan dalam keseharian, minimal lingkungan keluarga. Artinya, kita nggak paham, sama aja bo’ong kan? Nah, secara nggak langsung, kala ujian tiba yang ada kita malah tengok kanan kiri bingung jawaban mana yang paling tepat. Karena materi mengenai nilai-nilai Pancasila seperti tenggang rasa, gotong-royong, budi pekerti, dll nggak merasuk dalam jiwa dan keseharian kita.
Hal tsb erat hubungannya dengan mata pelajaran PPKn yang sekarang bertajuk PKn ini. Sepengetahuan saya, materi seperti budi pekerti yang dulu terpampang nyata dalam buku serta soal ujian, sekarang bisa jadi tak tampak batang hidungnya. Lalu, ke mana larinya? [tanyakan pada rumput yang bergoyang, halah].
Krisis Moral
Jangan heran jika kemudian muncul beragam opini yang mengatakan bahwa generasi muda Indonesia sedang mengalami krisis moral. Bisa jadi hal tsb terjadi lantaran ada sesuatu yang hilang, pendidikan nilai [positif] salah satunya budi pekerti.
Di dalam jurnal psikologi Universitas Gajah Mada, dikemukakan bahwa pendidikan budi pekerti memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Yang bertujuan membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia, warga masyarakat dan warga negara yang baik.
Kalo sudah begini, penting kah pendidikan budi pekerti di sekolahan? free will…
17 Comments. Leave new
sumpah sudah ngga ada? ngga ngikuti pelajaran anak sekolah skrg sih udahan ๐
Sama, aku juga kurang mengikuti benernya, tapi pas kemarin di grup ada yang bahas soal PKn. Kaget juga, materinya begituuuu >.<
Budi pekerti dan akhlaq memang penting dan wajib diajarkan pada anak sejak dini, mengingat jman yang sudah sangat berubah. Kadang sebagai orang tua/guru meskipun sudah mengajar itu tapi faktor seperti lingkungan, tontonan acara televisi dan pergaulan juga sangat mempengaruhi akhlaq seorang anak.
Setuju, lingkungan secara nggak langsung ikut andil dalam pembentukan karakter si anak.
Memang jadinya pelajaran PMP sama PPKn jadi kayak normatif dan formalitas banget. Tapi kebayang kalau nggak ada pelajaran itu gimana ya? Yah, walaupun budi pekerti seseorang nggak tergantung dari berapa nilai PPKn-nya.
Iya setuju, bagaimanapun nilai attitude kita di tengah masyarakat lah yang lebih utama.
Selain pelajaran PMP atau PKn, saya sarankan agar ikut ekstrakurikuler Kepramukaan agar digembleng menjadi pribadi yang berbudi pekerti luhur dan berguna bagi bangsa dan negara ๐
Pramuka, wuah iyaaa nih. Jadi kangen kemping *elooh.
Eh, masih ada nggak sih?
Saya dapet pelajaran budi pekerti pas SD, dan sampai sekarang beberapa poin utamanya masih nyantol dan berguna untuk kehidupan sehari-hari, ngga nyangka ya, hehehe..
Iya ya, padahal dulu boring banget diajarinnya itu itu muluk. Ternyata tanpa kita sadari, pelajaran yang itu itu aja tersugesti langsung karena sering membaca yang itu itu aja. Nggak nyangka.
pelajaran budi pekerti ini penting banget, soalnya anak-anak zaman sekarang itu sudah kehilangan budi pekerti
ngomong sama guru udah kayak gomong sama temennya, enggak ada sopan-sopannya
Miris ya mba, padahal kan attitude itu hal mendasar bangeeet sebagai makhluk sosial.
Penting tapi lebih penting cara menyampaikannya dengan praktek, ga hanya teori di atas kertas.
Iya setyju, mungkin itu kali ya yang bikin saya bosan dan mengantuk di kelas hahaha. Bawaanya kalo dengar praktek tuh hepiii aja pasti, keluar kelas hihihi
Pendidikan budi pekerti nggak cuma sekedar teori, harus ada praktek pembiasaan dan tauladan ๐
Setuju, kalo nggak dibiasakan ya sama aja bo'ong ya mba.
Trims ya udah mampir, salam kenal ๐
aamiin, berkaca dari pengalaman kita dulu. Pastinya lebih aware ya mba, semoga.