” … Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya. Dan Dia Memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” QS ath-Thalฤq 2-3
Maret 2015, jelang kuretase perut mules tidak karuan seperti diremas-remas. Rasa kramnya melebihi ketika tamu bulanan tiba, bahkan sakit bulanan pun rasanya tak ada seujung kuku.
Aku mengalami hamil kosong (blighted ovum), kondisi di mana kantong kehamilan kosong tidak terisi bakal janin. Meski hasil test pack menunjukkan dua garis, tapi belum bisa dinyatakan hamil karena janin (embrio) belum ada di dalam kantong tersebut.
Kami menantinya selama dua minggu setelah USG awal, namun yang dinanti-nanti tak kunjung tiba. Sebulan lebih aku tetap menanti, berharap akan ada bakal janin di dalam kantong tersebut.
Paling sedih ketika mengharuskan kontrol seminggu sekali, aku duduk di ruang tunggu bersama ibu-ibu hamil lainnya. Betapa bahagianya mereka kontrol dan melihat perkembangan bayi di perut mereka.
Tak jarang beberapa ada yang bertanya padaku “Sudah jalan berapa bulan, Mbak?” sementara bibirku kelu, tak tahu harus menjawab apa. Karena di dalam sana janinku belum berkembang.
Flek hingga pendarahan kerap kualami saat itu. Beruntung waktu itu atasanku di kantor teramat baik, beliau mempersilahkanku cuti sebulan hingga kehamilanku dirasa sudah kuat.
Tapi sayang, saat itu Allah belum memberi rezeki pada kami. Sore hari itu perutku sakit tak karuan dan dokter menyarankan tindakan kuretase.
“Ini tu rasanya sama seperti orang akan melahirkan, Bu.” sahut perawat ketika ia melihat aku merintih kesakitan. Belum lagi saban jam perawat ini mengecek pembukaan, subhanallah.
“Kenapa masih ada saja di luar sana orang menyia-nyiakan bayi.” pikiran ini sempat terbersit berulang kali di benakku. Meringis menahan rasa sakit baik sebelum maupun pasca kuretase.
Air mata pun menetes di ujung pelupuk, tak habis pikir dengan kejadian-kejadian anomali seperti itu.
” … janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena miskin. Kami -lah yang Memberi rezeki kepadamu dan kepada; … ” QS an-An’ฤm: 151
Sedang anak merupakan rezeki teramat luar biasa bagi kami yang begitu mengharapkan hadirnya buah hati dalam keluarga.
November 2013 menikah, kami tak lagi menunda mengingat usia sudah kepala tiga. Kehadiran bayi di rumah tentu menambah warna kehidupan bagi pasangan muda yang sudah tidak muda lagi sih hihi.
Meski hasil kuretase kemarin tidak menampakkan suatu kelainan, tapi aku dan suami memutuskan menjalani serangkaian pemeriksaan kesehatan organ reproduksi.
Pertengahan 2014, suami menjalani operasi untuk memperlancar usaha kami dalam menanti datangnya jabang bayi, dan setelah itu beberapa bulan kemudian aku dan suami melakukan program hamil.
Program hamil yang kami lakukan baru seputar mencocokkan masa subur saja, meski begitu beberapa pil harus kutenggak untuk melanggengkan usaha tersebut. Salah satunya pil vitamin E, yang ternyata berdampak alergi pada kulit wajahku.
Bukan reaksi alergi gatal-gatal pada umumnya, mendadak dalam hitungan minggu puluhan jerawat muncul satu persatu hingga memenuhi wajahku … seperti ini.
Kami mengetahui penyebab mengapa jerawat meradang di wajahku setelah berkonsultasi dengan dokter kulit di Erha Clinic, sedih? Iya pasti.
Saat itu pikiranku makin kalut, ketika sedang menjalani program hamil kok si jerawat ini ikutan eksis, banyak pulak jumlahnya … hingga aku sempat stres menghadapinya.
Maunya program hamil supaya segera hamil, eh yang datang malah si jerawat hahaha. Tapi beruntung si dia selalu menemaniku apapun keadaannya.
Program hamil pun kami stop, fokus sejenak melakukan treatment jerawat untuk pemulihan wajah yang didera steroid acne karena alergi vitamin E.
Setahun lebih aku menjalani perawatan wajah akibat jerawat parah tersebut, kelar semua apakah kami melanjutkan program hamil lagi?Jawabannya, tidak.
ุฑูุจููููุง ููุจู ููููุง ู ููู ุฃูุฒูููุงุฌูููุง ููุฐูุฑูููููุงุชูููุง ููุฑููุฉู ุฃูุนููููู ููุงุฌูุนูููููุง ููููู ูุชููููููู ุฅูู ูุงู ูุง
Rabbanaa hablanaa min azwaajinaa wa dzurriyaatinaa qurrata aโyunin, waajaโalnaa lil muttaqina imaamaa.
“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.” QS. Al-Furqon: 74
Doa yang dipanjatkan Nabi Ibrahim a.s ketika memohon momongan ini kerap kubaca setelah selesai salat fardu. Mengingat 2,5 tahun menjalani pernikahan anak laki yang kami idamkan belum juga hadir. Ora et labora, ya … kami berdoa dan bekerja.
Usaha menjemput rezekiNya pun tak sebatas pada diri kami saja, aku kerap bertanya resep-resep agar hamil pada beberapa teman yang akhirnya bisa hamil. Terutama mereka yang telah dua tahun lebih menikah.
Tak jarang selentingan kalimat candaan teman yang menurut mereka biasa saja bisa menusuk hatiku, apalagi ketika tamu bulanan datang “Aduh, kamu nih … dapat lagi dapat lagi, kapan hamilnya.” sakit tapi tak berdarah.
Aku pun sampai pada level yang takut untuk melihat hasil test pack, akibat terlalu sering mengecek dan berharap. Meski telat baru sehari, dua atau tiga hari bahkan pernah telat hingga seminggu “Garis dua nih.” pikirku.
Hasilnya masih nihil, ternyata aku hanya kecapekan. Setelah pagi dicek, siang harinya si tamu bulanan datang hehe.
April 2016, Allah mengabulkan doa kami lainnya. Suami keterima pendidikan dokter spesialis, di kota Malang. Sebulan lebih aku dan suami menjalani Long Distance Marriage, lelah? Pastinya, kangen juga plus hari-hari tanpa suami itu sepi dan rasanya lebih lamaaa karena aku sendiri di rumah.
Hingga suatu pagi ketika akan berangkat kerja, bapak mertua bertandang ke rumah membicarakan hal tersebut “Kalian kalau masih ingin punya anak, harus bersama jangan pisah kota seperti ini.” deg!
Kalimat ini kembali mengingatkan 2,5 tahun ke belakang atas usaha-usaha kami selama ini. Belum berhasil? Jangan menyerah!
Mei 2016 akhirnya aku pindah ke Malang mengikuti suami, pekerjaan di Surabaya kutinggalkan alias berhenti (resign). Sempat ada tawaran untuk mutasi ke kota Malang, namun suami menolak “Coba kamu berhenti kerja dulu, mungkin saja tanpa disadari sebenarnya kamu lelah dengan pekerjaan di kantor.”
Baiklah, aku pun menyetujuinya. Dari yang sebelumnya bekerja kantoran sekarang kerja di rumah sebagai ibu rumah tangga. Sudah pasti hidupku berubah 180 derajat, dulunya bekerja di kantor dari pagi sampai sore. Kemudian berubah seharian umek di rumah pun belum ada anak.
“Nggak kesepian, nggak bosan?” banyak yang bertanya demikian, tapi jujur aku ikhlas dan bahagia menjalaninya. Menulis di blog menjadi kesibukanku sehari-hari, hingga sekarang ini.
Juni 2016 sepupu suami yang telah menikah 3 tahun lebih akhirnya hamil, alhamdulillah. Dan seperti biasa, aku langsung kepo bertanya tips bagaimana bisa hamil, hahaha namanya juga usaha kan.
“Setelah berhubungan, kaki kunaikkan ke atas, yang lama ya jangan 5-10 menit saja. Bahkan aku sambil main game sampai ketiduran kadang hahaha. Coba’o dek, karena kemarin mbak Rizka nyoba ini juga berhasil alhamdulillah.”
Wah, wah, wah! Sebenarnya tips ini sudah sering kali kudengar, hampir sudah jadi rahasia umum bagi kami pejuang dua garis biru. Tapi kalau menaikkan kaki ke atas hingga lebih dari 10 menit memang belum pernah kulakukan sih hehe.
Sebulan, dua bulan saban berhubungan kaki kunaikkan ke atas menyangga pada dinding kamar. Persis seperti yang dikatakan mbak Anggi (red:sepupu suami), aku pun sambil bermain game mengikuti persis sarannya haha.
November 2016, hari Sabtu kami menginap di salah satu guest house yang terletak di tengah kota. Staycation tipis-tipis sekaligus merayakan hari bahagia kami, yakni hari ulang tahun suami, juga hari ulang tahun pernikahan kami.
Minggu paginya sambil menanti suami yang sedang berkegiatan di Simpang Balapan, bersama dua orang teman lainnya … aku bertiga jalan pagi hingga ke stadion Gajayana. Yup, staycation kali itu beramai-ramai bersama beberapa teman bloger lainnya.
“Ayo-ayo kakiku diinjak dong mbak Ai, kali-kali ikutan hamil juga.” celetukan seperti itu pun hadir di tengah candaan kami, karena salah satu teman yang ikut staycation sedang hamil.
Beberapa hari setelah staycation, aku baru sadar bahwa sudah seminggu lebih tamu bulanan tak kunjung datang, pagi hari iseng-iseng berhadiah aku memberanikan diri melakukan cek urin dengan test pack … dan hasilnya dua garis muncul di alat tersebut.
Alhamdulillah!!! Bahagianya jangan ditanya. Siang itu kedua orang tua berikut mertua segera kuhubungi, mereka pun menyarankan agar segera konsultasi ke dokter kandungan.
Keesokan harinya, berangkat sendiri ke dokter kandungan untuk berkonsultasi dan mendapati hasil USG yang menunjukkan bahwa janin belum muncul. Sekali lagi, kami harus menunggu dulu hingga 2 minggu lagi.
Rasa trauma akan peristiwa blighted ovum tahun 2015 silam kembali menghantuiku. Dua minggu penantian diwarnai perasaan kalut, namun kami harus ikhlas dengan hasil apapun.
Phew! Memang benar kata orang hamil itu bukan mempersiapkan materi saja, mental juga.
Akhirnya Allah Swt menjawab doa dan usaha kami, untuk kali pertama kami mendengar denyut jantung calon bayi kami melalui alat USG dokter menunjukkannya dengan suka cita, alhamdulillah ya Allah.
November 2016 hingga Juli 2017 aku mengandung anak laki-laki yang kami impikan. Allah menjawab doa dan mimpi indah kami, terima kasih ya Allah.
Sampai-sampai setelah ia lahir pun, kami masih harus berjuang bersama. Di mana aku mengalami masa kritis hingga koma selama seminggu. “Tunggu aku, tunggu Ibu di rumah.” itu pintaku dalam tidur koma kemarin.
Sekali lagi, Allah mengabulkannya. Bertubi-tubi Dia hadirkan rezeki yang tak ternilai harganya pada keluarga kami. Allah Maha Baik, rezeki dariNya sungguh tak disangka.
Semoga kami bisa menjaga dengan baik titipan dariNya ini … aamiin.
**
Rezeki bukan melulu soal uang, yang kata orang harus bangun pagi-pagi supaya menjemput rezeki supaya tidak direbut ayam.
Pun rezeki hadirnya si jabang bayi perlu dijemput dengan beragam ikhtiar, usaha yang telah kami lakukan sejak tahun pertama pernikahan.
Menikah di usia 30 bukan lah hal yang mudah, di mana organisasi Kesehatan Dunia WHO usia 20-30 adalah puncak masa subur dan kualitas telur terbaik seorang wanita.
Meski begitu, bagiNya tentu tak ada yang mustahil, dibalik segala usaha yang kami lakukan, alhamdulillah aku bisa hamil di usia 34 tahun. Namun tentunya kami selalu yakin bahwa waktuNya adalah yang terbaik bagi kami.
Pejuang dua garis biru, tetap semangat!
***
Tulisan ini diikutsertakan dalam rangkaian Nulis Bareng Ning Blogger Surabaya, dengan tema “Pengalaman dapat rezeki tak terduga yang paling berkesan.”
2 Comments. Leave new
Baca tulisan ini bikin aku mengharu-biru. Apalagi sekarang udah lulus kuliah dan rencananya pengen menambah keturunan. Beberapa kali denger cerita temen yang BO/keguguran di kehamilan pertama kadang udah bikin aku takut duluan Mbak Nining hebat banget bisa melalui fase itu dengan baik. Semoga perjuangannya bisa meringankan timbangan di akhirat nanti ya Mbak โค๏ธ
aamiin โฆ Ikka makasih ya doa baik kembali padamu ya ๐
Semoga semua rencana dan usaha mendapat momongan diberi kelancaran โฆ aamiin
~ xoxo