Critical Eleven: Siap-Siap Banjir Air Mata – Halo semuanya, movie weekend kali ini aku memilih film yang masuk dalam daftar tunggu dulu. Yaaa, lagi dan lagi sejak jadi IRT nih agak-agak kurang update sama film terbaru yang sedang tayang di bioskop. Beberapa doang yang sudah kutonton malah, seperti film terbaru Gerard Butler. Lainnya? Hmmm. Dan balik ngomongin movie weekend, semenjak novel karangan Ika Natasha menjadi best seller, kemudian berembus berita bahwa akan diangkat ke layar lebar. Secara impulsif aku langsung membeli novel tersebut, iya film ini diadaptasi dari novel laris. Bukan karena ikut-ikutan happening sih, tapi lebih karena judul novel ini masih seputar dunia aviasi kesukaanku … Critical Eleven.
SINOPSIS
Dalam dunia penerbangan ada yang namanya Critical Eleven, 11 menit yang paling kritis di atas pesawat. Adalah 3 menit setelah take-off dan 8 menit sebelum landing. Dalam 11 menit ini kru pesawat harus konsentrasi penuh karena 80% kecelakaan pesawat umumnya terjadi di sini
Critical Eleven bisa dipakai menggambarkan pertemuan pertama kita dengan seseorang, 3 menit pertama saat kesan pertama terbentuk dan 8 menit terakhir. 8 menit ketika senyumnya, tindak tanduknya, raut wajahnya menjadi tanda-tanda apakah akhir pertemuan itu akan menjadi sesuatu yang lebih atau justru menjadi perpisahan.
Kutipan narasi di atas terucap dari adegan ketika Anya onboard dalam rangka perjalanan dinas, SQ 965 from Jakarta to Singapore. Di penerbangan ini lah Tanya Baskoro (Ardinia Wirasti) bertemu dengan jodohnya, Aldebaran Risjad (Reza Rahardian). Namanya jodoh, siapa yang tau yak? Seketika itu keduanya jatuh cinta pada pandangan pertama.
Baik di udara maupun di darat, Anya dan Ale terlihat sekali bak dua insan dimabuk cinta hingga akhirnya Ale melamar Anya di depan supir pribadinya. “Yes, yes, yes.” jawab Anya
Kota New York pun dipilih sebagai domisili mereka berdua setelah mengucap janji pernikahan, dengan alasan kota New York lebih dekat dengan lokasi kerja Ale sebagai engineer di offshore oil rig, Meksiko. Yaa paham lah ya kalau kerja di lepas pantai gitu, bak bang Toyib … kerja 3 bulan di lepas pantai, ntar 2-3 mingguan baru balik ke darat lagi.
Singkat cerita Anya hamil anak pertama mereka, sebagai pasangan muda berita menggembirakan itu pasti lah membuat keduanya begitu antusias. Awalnya sih Anya tidak mempermasalahkan kondisi Long Distance Married yang mereka jalani, karena ia berhasil menyibukkan diri dengan pekerjan barunya sebagai freelance consultant.
Namun seiring berjalannya waktu, Ale mengungkapkan rencananya untuk pindah kerja dan kembali ke Indonesia saja. Dengan pertimbangan jika terjadi suatu keadaan darurat pada Anya setidaknya jika di Jakarta mereka masih punya saudara dekat. Beda kalau masih keukeuh tinggal di New York. Belum lagi kalo Ale pas lagi kerja di lepas pantai, kebayang dong yaaa. Apalagi kalo pas lagi ngidam, misal nih … Anya ngidam Ketoprak huhuhuhu di New York mana ya kira-kira bakal ditemui abang penjual ketoprak keliling?!
Tak perlu menunggu lama, Ale pun mendapat tawaran kerja di tempat baru dengan homebase di Jakarta. Pas banget yak, ala-ala sinetron gitu sekedipan mata kerjaan baru bisa langsung di dapat [ooops].
Di Jakarta, Anya kembali disibukkan dengan kerjaan seperti biasa apalagi ia bisa kembali menempati posisi di kerjaannya dulu. Tipikal wanita workaholic, yang kalau enggak kerja bengong doang bikin kepala pusing. Hingga suatu hari …
KLIMAKS
Sejak pagi hingga siang tendangan si kecil “Bayi Aiden” dirasa lemah tidak seperti biasanya, meski sudah dipancing dengan suara bapaknya yang menyapa lewat pesawat telepon. Khawatir terjadi apa-apa dengan kandungannya, Anya segera berkonsultasi ke dokter kandungan. Di sana ia mendapati bahwa detak jantung bayi tidak terdeteksi. Dokter kandungan yang diperankan oleh Dwi Sasono pun mengabari berita tersebut ke Ale selaku ayah dari jabang bayi tersebut.
Lilitan tali pusar menjadi penyebab kematian bayi yang dikandung oleh Anya, sontak hal tersebut merubah keadaan menjadi 180 derajat. Setelah klimaks ini suasana pernikahan yang awalnya hangat dan romantis penuh canda yawa, mendadak berubah menjadi dingin … dan sepi. Wanita mana yang sanggup menerima keadaan seperti itu, dari sini kita akan menemui banyak scene yang membuat air mata penonton berderai.
Sungguh aku tak sangup menahan air mata yang tertahan di ujung mata, melihat scene melahirkan bayi Aiden, aku men-skip-nya sejenak … menyiapkan mentalku sendiri. Sungguh kutak kuasa menontonnya, air mataku jatuh berlinangan. Aku bisa meradakan apa yang Anya rasakan saat itu, sungguh … peran yang dimainkan Ardinia Wirasti patut diacungi jempol. Anya mendekap sejenak bayi yang sudah tak bernyawa itu dalam pelukannya, amat menyesakkan dada melihatnya.
“I will do everything in my power to make you happy.”
Kalimat sakti yang pernah diucapkan Ale selalu terngiang dalam benak Anya, Anya yang periang menjadi Anya yang pemurung dan penyendiri. Ia bahkan memilih tidur sendiri dalam kamar Aiden. Akankah pernikahan ini kembali hangat, akankah mereka bisa melalui trauma akibat peristiwa tersebut?
PS
Novel karangan Ika Natasha ini sempat kubaca waktu hamil babybear kemarin, namun pada bab Aiden meninggal dalam kandungan … sontak membuatku terperanjat. Di mana kata orang “Emosi wanita itu lebih labil ketika sedang hamil.” aku pun demikian. Kuputuskan bacaan tersebut tidak kulanjutkan sampai dengan kutulis review film ini.
Ketika film Critical Eleven rilis pada tanggal 10 Mei 2017 pun tidak berani kutonton, baru pagi ini hampir 3 tahun setelahnya kuberanikan diri untuk menontonnya. Kenapa?
Karena aku pernah di posisi Anya, jika seorang wanita pernah kehilangan calon buah hatinya … hal tersebut membuat aku seketika sedikit down. Bahkan setelahnya trauma masih menyelimutiku, di saat mengandung babybear kemarin, baru di trimester ketiga aku benar-benar bisa menikmati kehamilanku. Sebelumnya? Dokter obgynku pun sampai tak bosan memberikan wejangan “Please … enjoy your pregnancy.” tapi memang tak semudah itu.
Hanya kepadaNya lah kegalauanku saat itu kucurahkan, tiap hari kumeminta padaNya …
لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ العَلِيِّ العَظِيْمِ
Lā haula wa lā quwwata illā billāhil ‘aliyyil azhīmi
Artinya “Tiada daya dan upaya kecuali dengan kekuatan Allah yang maha tinggi lagi maha agung.”
Dia yang tak akan pernah meninggalkan kita, duh review film kali ini kenapa berubah jadi curhat personal gini yak hehehe. Apalagi akting kedua pemain utamanya, Reza Rahardian dan Ardinia Wirasti udah gak perlu ditanyakan lagi. Reza lagi Reza lagi … ya mau gimana, meski aku pun bosan dengan pria berjambang tipis ini. Tapi patut kuakui kalau akting pria yang juga pernah digosipkan dengan lawan main di film ini memang jago banget.
Yaaah meski lagi dan lagi kalau soal makeup stylist dan segala macam yang berhubungan dengan stylist film Indonesia ini masih “kaku”, masak iya di rumah lagi makan malam sama suami pakaian lengkap kek mau jalan-jalan ngemall. Makeup apalagi … bulu mata, eyeshadow, eyeliner yang ketika aktrisnya tidur pun masih on point hahaha. Udah jadi ciri khas film Indo apa gimana ya?
Kalau boleh ku-compare dengan drama Korea yang lagi happening saat ini di kalangan emak-emak bucin Hyun Bin, Crash Landing On You. “She wants everything to look as real as possible…” pemeran Yoon Se Ri, eonnie Son Ye Jin sampai rikues begitu loh ckckckck daebak! Cuman pakai lipbalm, itu pun lipbalm yang gak berwarna hahaha cantiknya bukan kaleng-kaleng ternyata (fyi setauku Son Ye Jin enggak oplas).
RESULT
Durasi film selama 2 jam 15 menit bisa kubilang terbagi menjadi 2 sesi. Di mana untuk 1 jam pertama penonton bakalan dibuai aroma kemesraan dengan level romantis yang bikin ambyar hati pemirsah. Lantas bagaimana di 1 jam berikutnya? Siapkan tissue 1 boks, gak ada tissue kain selimut bakal basah karena air mata mengalir deras tak terbendung.
Nggak salah kalau IMDb memberikan rating 7.3/10 untuk film garapan Monty Tiwa, dan Robert Ronny. Di ajang Asian Academy Creative Awards yang diselenggarakan di Singapura 2018 kemarin pun, Critical Eleven menyabet 3 penghargaan bergengsi sekaligus yakni Best Actress, Best Actor dan Best Direction … wah, wah, wah paket komplit kan?
Aktor dan aktris kawakan pun ikut hadir di film yang syuting di kota New York, Lamongan dan Jakarta ini. Yang muda-muda seperti Dwi Sasono yang berperan sebagai dokter kandungan, Nino Fernandez meski terlihat di akhir scene doang. Dan tak ketinggalan Astrid Tiar akhirnya kembali setelah sempat hiatus beberapa tahun dari dunia entertainment.
Widyawati dan Slamet Rahardjo, aktris dan aktor senior pun turut meramaikan. Bahkan untuk mbak-mbak pramugari maskapai Singapore Airlines, mereka pun memakai pramugari asli loh, sebut saja penampilan mbak Pita Apita yang melayani Miss Baskoro di flight SQ 965 tersebut.
***
Well, kalian sudah siap kan untuk banjir air mata? Selamat menonton ^^
—————————————————
Genre: drama romantis
Produser: Chand Parwez Servia, Robert Ronny
Sutradara: Monty Tiwa, Robert Ronny
Produksi: Starvision Plus, Legacy Pictures
Durasi: 1jam 15min [135 menit]
Cast: Reza Rahardian, Ardinia Wirasti, Astrid Tiar, Hamish Daud, Hannah Al Rashid, Slamet Rahardjo Djarot, Widyawati Sophiaan, Revalina S. Temat
Tahun: 2017
* sumber foto:
Capture from YouTube